Beritajawa - Dalam upaya menangani eskalasi konflik di Jalur Gaza, Amerika Serikat merinci secara rinci dalam draf resolusi Dewan Keamanan PBB, mengedepankan kebutuhan untuk gencatan senjata segera. Draf tersebut, yang diakses oleh Al Jazeera pada Senin (19/2), tidak hanya menyerukan gencatan senjata, tetapi juga menekankan pentingnya dukungan internasional untuk merencanakan pembebasan semua sandera.

 

Selain itu, AS mengecamhambatan terhadap penyediaan bantuan kemanusiaan dalam skala besar di Gaza, memohon kepada semua pihak terlibat untuk menghilangkan kendala-kendala tersebut. Ini mencerminkan keteguhan AS dalam memastikan bahwa bantuan kemanusiaan dapat mencapai warga Gaza yang membutuhkan di tengah konflik yang terus berkecamuk. 

Resolusi ini tidak hanya mencerminkan kekhawatiran terhadap situasi kemanusiaan di Gaza tetapi juga menyoroti pentingnya dukungan internasional untuk menanggapi krisis tersebut. Melalui draf resolusi ini, Amerika Serikat berusaha membawa isu gencatan senjata dan bantuan kemanusiaan ke panggung dunia, menantang Dewan Keamanan PBB untuk bersatu dalam upaya menjalankan tanggung jawab kemanusiaan yang mendesak. 

Amerika Serikat mengintensifkan peran diplomatiknya dengan memperingatkan Israel agar menahan diri dari meluncurkan serangan darat di Rafah. Dalam draf resolusi Dewan Keamanan PBB, AS secara tegas meminta agar Dewan tidak mengizinkan serangan tersebut, khususnya dalam konteks situasi yang tengah berlangsung. 

Isu ini semakin rumit dengan pernyataan Pasukan militer Israel yang mengancam akan menyerang Rafah, wilayah ujung selatan Gaza yang menjadi tempat pengungsian bagi 1,4 juta warga Palestina. Komunitas internasional, termasuk Amerika Serikat, menentang rencana serangan tersebut, meresahkan atas potensi dampak negatifnya terhadap nasib warga Palestina yang sudah terdampak konflik. 

Dalam konteks ini, AS tidak hanya menyoroti potensi korban sipil yang lebih banyak akibat serangan di Rafah tetapi juga menekankan bahwa hal itu dapat memperburuk krisis kemanusiaan yang tengah melanda Gaza. Dengan tindakan diplomatik ini, Amerika Serikat berusaha menjaga stabilitas dan menghindari lebih banyak penderitaan di tengah konflik yang terus berlanjut. 

James Bays, editor diplomatik Al Jazeera, menggambarkan pergeseran signifikan dalam pendekatan diplomatik Amerika Serikat terhadap konflik di Gaza melalui rancangan resolusinya. Menariknya, ini menjadi titik balik karena AS menggunakan istilah "gencatan senjata" untuk pertama kalinya dalam konteks agresi Israel di wilayah tersebut. Bays menekankan bahwa penggunaan kata tersebut mencerminkan perubahan bahasa yang mencolok, terutama mengingat penolakan Israel terhadap istilah tersebut dalam resolusi sebelumnya. 

Sebagai sekutu utama Israel, AS telah secara konsisten mendukung serangan Israel terhadap kelompok Hamas. Namun, penggunaan istilah "gencatan senjata" oleh AS memberikan nuansa baru dalam interaksi diplomatik mereka terkait konflik ini. 

Penting untuk memahami bahwa dalam sejarahnya, AS telah menggunakan hak vetonya untuk menolak draf resolusi Dewan Keamanan PBB berkaitan dengan gencatan senjata, sebagai bagian dari upaya untuk melindungi kepentingan dan kebijakan luar negeri Israel. Meskipun demikian, pergeseran retorika ini mengindikasikan kemungkinan perubahan dalam pendekatan AS terhadap penyelesaian krisis Gaza.

Rancangan resolusi ini mencerminkan upaya AS untuk berperan sebagai mediator yang lebih netral dalam mengatasi eskalasi konflik, bahkan jika itu berarti menentang kebijakan tradisional yang mendukung Israel sepenuhnya. Apakah perubahan ini hanya mencakup aspek retorika atau akan mempengaruhi tindakan konkret AS dalam menghadapi konflik tersebut, merupakan pertanyaan yang akan menjadi fokus perhatian dalam perkembangan selanjutnya.